Kotak Pencarian

Minggu, 06 Mei 2012

[Trip] Backpacking menuju Loksado, Pegunungan Meratus bareng Emily.

Bulan lalu, saya mencek e-mail seperti biasanya. Tidak ada e-mail penting apapun yang berhubungan dengan pekerjaan saya sebagai Online Seller, padahal kondisi keuangan saya saat itu sangat seret. Selain beberapa puluhan e-mail dari berbagai forum yang memenuhi inbox, mata saya tertuju dengan sebuah e-mail yang mengatakan rencana seorang bule yang mau travelling di pulau Kalimantan dalam beberapa hari kedepan. Ketika saya baca, e-mail itu dari seorang Bule Amerika bernama Emily, dan ia posting kalau dia ingin melakukan trekking (jelajah hutan) dan rafting (jelajah sungai) sendirian di Kalimantan Tengah karena dia berlibur sekarang.

Ada satu hal yang saya sadari, diforum tersebut ternyata belum ada balasan tentang rencana perjalanannya dari member backpacker Kalimantan Tengah, dan selain itu mungkin saya piker tidak ada tempat khusus untuk trekking dan rafting di Kalimantan Tengah dikarenakan sendiri saya belum pernah kesana. Saya pun membalas pesan dan menyarankannya untuk mengunjungi Kalimantan Selatan saja karena disana ada Desa Loksado, dikaki Pegunungan Meratus yang merupakan tempat populer untuk trekking dan rafting dikalangan traveler dan backpacker, khususnya bambu rafting yang unik. Setelah membalas pesannya, saya tinggalkan nomor hp saya supaya ia bisa mengontak saya nantinya, setelah beberapa jam, saya mendapatkan balasan bahwa dia positif ingin pergi ke Kalimantan Selatan dan nanti akan mengontak saya.

Beberapa hari kemudian, sebuah sms masuk dan memberi tahu dia sudah berada di Kalsel, dan sedang menuju kota Banjarmasin sekarang, saya langsung menelpon balik dan menyarankan untuk ketemuan terlebih dahulu, supaya saya bisa memberikan rute perjalanan menuju ke Loksado, Pegunungan Meratus. Dia setuju, kami bertemu di Terminal Pal 6. Karena kami mempunyai kesamaan minat, tidak sulit untuk beradaptasi sesama backpacker. Setelah memperkenalkan diri dan mendiskusikan rencana perjalanannya di Kalsel, saya jadi tertarik untuk bergabung dengannya karena kebetulan saat itu akhir pekan, sekalian liburan, padahal keuangan lagi seret T_T. Sebelum berangkat, saya ajak dia untuk kerumah agar makan siang bareng dan selain itu saya mau mengepak pakaian saya. Dalam perjalan menuju rumah, dia memperkenalkan diri, dia bilang kalau dia seorang jurnalis yang bekerja di Jakarta, berasal dari New York, Amerika. Dan sekarang lagi berlibur. 3 hal yang saya tau dari dia.


Sesampainya dirumah, saya memperkenalkan dirinya kepada keluarga saya, karena ia berencana mau tinggal di Kalsel selama 3 hari, sesuai itinary (rencana perjalanannya). Hari pertama dan kedua dia mau ke pegunungan Meratus dan melakukan bambu rafting  dan menginap di balai adat perkampungan suku dayak Meratus. Dan sisanya dia akan menginap dirumah saya dan jalan-jalan ke dua tempat menarik yang ada di kota Banjarmasin, seperti Pasar Terapung dan Siring Sungai Martapura.

Karena kebetulan akhir pekan, seperti yang saya rencakan sebelumnya, saya meminta dia untuk bergabung dalam perjalanannya ke Desa Loksado, Pegunungan Meratus, dia pun setuju. Dan karena ini adalah perjalanan saya yang kedua; karena sebelumnya saya sudah pernah ke Loksado; saya bilang bahwa sebelumnya saya pernah menumpang truk untuk menuju ke kota Kandangan, karena sebenarnya untuk menuju ke Loksado, kita harus transit terlebih dahulu di kota tersebut. Selain itu dengan menumpang truk kami juga bisa sedikit menghemat biaya perjalanan kami selain itu menumpang/nebeng juga menyenangkan, karena kita bisa bicara banyak dengan supir truknya.

Emily juga menyetujui rencana nebeng ini, dia bilang dia sudah terbiasa dengan hal seperti ini ketika dia di Amerika, budaya nebeng atau hitchiking dalam Bahasa Inggris adalah salah satu cara alternatif untuk menghemat biaya perjalanan selama backpacking, jika ingin perjalanan cepat, sebaiknya gunakan transportasi umum. Hal ini kami saya perhitungkan, karena menurut pengalaman saya, dengan menggunakan truk menuju Kandangan menghabiskan waktu selama 5 jam perjalanan, berbeda dengan menggunakan tranportasi antar kota yg hanya memakan waktu 3 jam saja.

Setelah makan siang, saya meminta ayah saya untuk mengantarkan kami menuju simpang 4 jalan raya di Liang Anggang yg berjarak 10 km dari kota Banjarmasin, di sore hari, disana ada banyak truk muatan yang akan berangkat menuju kota Amuntai dan Barabai, jalur mereka searah menuju kota Kandangan.

Di Liang Anggang, saya menemui salah satu sopir yang sedang beristirahat, setelah menyampaikan maksud dan tujuan kami, pak sopir dengan senang hati mempersilahkan kami untuk nebeng di truknya, beliau mengatakan kalau perjalanan akan memakan waktu lama dan akan sering singgah dibeberapa warung sehingga kami akan sampai di Kandangan pada tengah malam, hal ini bukan tanpa alasan, karena truk muatan membawa berpuluh kilo barang dan ban mobil yang menjadi panas ketika telah menempuh puluhan kilometer. Sayapun maklum, dan mengatakan bahwa hal ini tidak masalah karena kami punya banyak waktu untuk pergi ke  Meratus esok harinya. Mobil truk mulai berangkat pada jam 5 sore, pak supir sering menanyai kenapa sampai ada bule yang mau naik truk untuk menuju kandangan, saya bilang bahwa ini cara backpacker* dan untuk menghemat duit tentu saja :p, pertanyaan balik muncul dari pak Sopir, apa itu backpacker?.

Selama diperjalanan, saya bicara banyak dengan Emily. Karena saya tipikal orang yang susah tidur dimobil dan banyak bicara, saya mengajaknya bicara banyak hal tentang pengalamannya sebagai jurnalis dan backpacker. Ada banyak cerita menarik yang saya dengar, tentang dia bertugas meliput konflik di Afrika, Timur Tengah, dan daerah menarik lainnya. Kami saling berbagi pengalaman hidup dan rencana kedepan, tak ada yang ditutup-tutupi, semua mengalir sesuai apa yang keluar dari pikiran kami. Kadang, pembiraan kami sampai menjadi sebuah debat, kadang terdengar menarik dan kadang terdengar membosankan tergantung topik yang kami bicarakan. Hampir setiap jam, truk kami singgah di sebuah warung ataupun pinggir jalan karena ban truk menjadi panas, kami biasanya memesan segelas teh dan melanjutkan pembicaraan. Terima kasih untuk pak supir, dia mentraktir kami untuk teh yang kami minum. Tentu, kadang sopir taksi menjadi lawan bicara saya ketika dalam perjalanan sementara Emily ketiduran, ada juga banyak cerita yang saya dapatkan dari pak sopir, selalu ada hal menarik yang bisa dibicarakan jika kita bertemu dengan orang baru. 

Singgah, beristirahat
Setelah lebih dari beberapa jam diatas mobil, ditengah malam truk yang membawa kami berhenti di terminal Kandangan, suasana sekitar sana masih cukup ramai, karena malam itu malam minggu, ada banyak warung yang masih buka dan para penjaja makanan yang juga masih ada. Sebelum kami sampai, saya sudah menghubungi kenalan saya bernama Nandang, dia asli orang Meratus yang tinggal di Kandangan, dia bilang kalau tidur nanti bisa mengunjungi Markas Mapala Hijau yang cukup dekat dari terminal. Dan juga nanti akan ada yang menjemput dengan sepeda motor yg membawa kami kesana.

Sebelum pak supir berangkat, kami mengucapkan terima kasih kepada pak supir. Setelah tak berapa lama menunggu di bangku terminal, dua sepeda motor datang menjemput kami dan membawa kami ketempat mereka, setelah kami memperkenalkan diri mereka mempersilahkan kami untuk beristirahat ditempat mereka. Saya langsung rebahan dan menonton tv, sedangkan

Emily nampaknya tertarik dengan kegiatan anggota mapala lain yang sedang asyik main gitar dihalaman depan, sebelumnya ia bilang bahwa bisa menyanyi sambil main gitar. Nampaknya dia orang yang cepat akrab dengan siapapun, suara genjrengan gitar dan lagu berbahasa Inggris yang dibawakan Emily*dia ikut-ikutan menyanyi mengantar saya untuk tidur pulas.

Di pagi hari, kami sarapan bersama diwarung terdekat, setelah itu bersiap-siap untuk berangkat menuju Loksado, yang terletak di salah kaki Pegunungan Meratus untuk melakukan Bamboo Rafting hari ini sesuai rencana. Untuk menuju kesana, kami menggunakan angkutan antar desa yang terbilang lebih murah, hanya 15 ribu rupiah sekali jalan, jika menggunakan angkutan ojek, harganya bisa 3 kali lipat, sayangnya angkutan antar desa hanya ada di pagi hari saja, inilah salah satu alasan saya untuk mendapatkan seminimal mungkin biaya perjalanan.

Setelah pamit dengan anggota Mapala, kami beranjak menuju terminal jalan kaki, tidak cukup jauh, kami menemukan sebuah mobil pick-up yang dimodifikasi menjadi mobil angkutan antar desa. Mobilnya sendiri penuh muatan barang-barang kebutuhan pokok dan penumpang lainnya. Tidak berapa lama, mobil pun berangkat, selama diperjalanan kami lebih banyak diam dan ketiduran karena rasa capek yang kami alami kemaren. Padahal, pemandangan dari kota Kandangan menuju Pegunungan Meratus sangat memanjakan mata.

Perjalanan dengan pick-up ini memakan waktu lumayan singkat, hanya satu jam-an, kira-kira lebih dari puluhan kilometer kami tempuh. Sedikit saran, jika anda ingin mendapatkan transportasi yang cepat, gunakan ojek saja, karena jika anda menggunakan angkutan antar desa, itu akan memakan lebih banyak waktu karena angkutan ini agak cukup lambat dalam membawa penumpang, berbeda jika anda menggunakan ojek, jika beruntung, anda akan mendapatkan ojek yang pengendaranya seperti pembalap professional saja, pengalaman ngebut dengan ojek seperti ini tak bisa saya lupakan ketika saya pulang dari Loksado; Meratus pada malam hari, dalam bahasa Inggris istilahnya "Near Death Experience" silahkan terjemahkan sendiri :D

Salah satu pemandangan



Dan kami pun sampai di desa Loksado, Pegunungan Meratus ditengah hari, hal pertama yang kami lakukan adalah kami mencari joki untuk Bamboo Rafting kami, tidak sulit untuk mencarinya, karena disana sudah banyak joki yang menyediakan jasanya, biayanya sendiri relatif sama, 250 ribu untuk satu kali perjalanan dan hanya muat untuk tiga penumpang. Karena kami hanya berdua, saya bilang sama Emily sebelumnya ketika dirumah untuk melakukan cost-sharing, yaitu dimana seorang backpacker membagi biaya akomodasi perjalanannya dengan backpacker lain, sehingga lebih menghemat biaya. Emily hanya mengangguk saja, saya anggap itu sebagai persetujuan.

Mungkin, bambu rafting adalah inti dari tujuan perjalanan saya kali ini, karena sebelumnya saya hanya bisa melakukan trekking (jelajah hutan) saja dengan dua orang backpacker dari Eropa, karena saat itu saya hanya punya waktu dua hari saja dikarenakan bentrok jadwal kuliah, sehingga untuk ikut bamboo rafting-pun dibatalkan.





Selanjutnya, kami mencari sebuah joki untuk perjalanan kami, kami mendapatkan joki yang bisa mengantar kami, beliau bernama Pak Sugi kalau tidak salah, beliau langsung menyiapkan rakit bambu yang akan mengantar kami. Tak berapa lama, setelah foto bareng. Kami berangkat. Mulanya, perjalanan diatas sungai kami isi dengan melanjutkan diskusi tentang berbagai hal sembari menikmati pemandangan yang terbentang diatas sungai Amandit. Kemudian perjalanan menjadi agak sedikit menengangkan ketika kami melintasi jeram-jeram yang membuat pakaian saya hampir basah semuanya, semula saya kira bamboo rafting hanyalah perahu bambu yang melintasi arus sungai yang tenang, ternyata dugaan saya salah, saran kalau mau bamboo rafting, jangan pakai sepatu!

Ditengah perjalanan setelah melintasi beberapa jeram, kami bertemu penduduk desa yang melakukan banyak hal, seperti mandi, memancing dan juga bertani;bertaninya bukan disungai, tapi diatas gunung lho ;p. Kehabisan topik pembicaraan dengan Emily, saya mulai mengajak bicara joki kami. Pak Sugi mau bercerita banyak hal, mulai kursus singkat bahasa Inggrisnya, bule-bule yang tercebur kesungai, dan hal lain menarik lainnya. Ada satu cerita menarik yang saya dapatkan tentang tradisi bamboo rafting yang sebenarnya adalah alat transportasi tradisional khas suku Dayak Meratus diwaktu dulu. Pak Sugi yang notabene orang asli penduduk sana mengatakan bawha orang-orang Dayak Meratus menggunakan bambu untuk mencapai kota Kandangan untuk menjual bahan-bahan pertanian dan buruan mereka di pasar, selain itu setelah tiba di Kandangan, bambu yang digunakan akan dijual. Dan mereka kembali dari kota menuju pegunungan hanya dengan berjalan kaki lebih dari puluhan kilometer melintasi hutan.

Hampir 3 jam perjalanan bamboo rafting kami telah lakukan, kami akhirnya tiba di ujung perjalanan kami. Hujan gerimis menyertai perjalanan kami, membuat saya sedikit mengalami demam karena dehidrasi mungkin, tetapi setelah minum segelas teh hangat dan mie goreng mentah, tenaga saya balik lagi. Rencana kami selanjutnya adalah Pemandian Air Panas Tanuhi yang terletak tidak begitu jauh, hanya dengan berjalan kaki 200 meter setara 20 menit perjalan anda bisa mencapainya.

Pak Sugi menawarkan jasa ojeknya pada kami, dia bilang tidak ada biaya tambahan untuk hal ini, karena jaraknya cukup dekat. Rencanananya, setelah berendam di air panas, Pak Sugi akan mengurusi masalah transportasi Emily yang menuju desa di Haratai, tempat dimana disana ada Air Terjun yang bisa dikunjungi, selain itu ada rumah adat yang menjadi tempat dia menginap dimalam harinya.
Pemandian Air Panas Tanuhi
Untuk masuk ketempat pemandian Air Panas, seperti teman yang saya bilang hanya cukup membayar 3000 rupiah saja. Pak Sugi bilang kalau untuk masuk ini kami dapat entry-pass, wah senangnya dapet yang gratisan. Di pemandian, ada banyak pengunjung yang juga mandi berendam, kami jadi perhatian,*bukan saya sih, tapi Emily-nya. Setelah ganti baju, saya langsung masuk berendam di kolam renang, airnya yang cukup panas membuat badan saya menjadi segar kembali dan gejala demam yang saya akan dapatkan cepat sirna, Emily terlihat sibuk dengan foto-foto bareng sama pengunjung lain, biasalah orang kita kalau ada bule, foto bareng.

Beberapa puluh menit berendam di air panas, membuat badan saya benar-benar segar kembali. Pak Sugi ternyata masih menunggui kami selesai berendam di pemandian air panas. Kami segera menuju keluar tempat pemandian air panas dan menuju warung terdekat, untuk minum segelas teh lagi, sekalian membicarakan masalah pembayaran biaya bambu rafting,  ketika saya singgung masalah ini, tanpa saya diduga sebelumnya, dia bilang "Saya kamu traktir kali ini, GRATIS. Jadi kamu tidak perlu membayar biaya rafting..." dengan Bahasa Inggris tentu  saja. Alhamdulillah, sekali lagi penghematan keuangan :), dan ongkos biaya rafting bisa saya pakai untuk biaya pulang ke Banjarmasin malam ini, cukup 100 ribu uang yang saya habiskan dan itu biaya untuk pulang, karena rencananya saya mau pakai ojek dan angkutan antar kota dari Kandangan menuju Banjarmasin.

Sebelum kami berpisah, Emily bilang besok sore akan ada di Banjarmasin, dan kami masih punya satu hari untuk jalan dan ngumpul bareng sama komunitas backpacker kalsel lainnya. Ada lebih banyak cerita lagi yang bisa diceritakan…
Ke Terapung Bareng